Sejarah dalam Secangkir Kopi: Alasan Cerai hingga Domba Perkasa
Liputan6.com, Jakarta - Secangkir kopi di masa kini bisa dikatakan sebagai bagian penting kehidupan sehari-hari. Banyak orang mengaku tidak bisa bangun pagi dengan segar jika tanpa secangkir kopi pagi mereka.
Beberapa orang lagi mengatakan bahwa mereka tidak bisa berhenti menenggak kafein agar terus kreatif. Dalam sejarah, komposer Beethoven disebutkan menenggak minuman hitam yang diracik dari 60 butir bji kopi, tidak kurang dan tidak lebih.
Sejarah temuan kopi belum sepenuhnya diketahui. Legenda yang paling terkenal adalah tentang pria bernama Kaldi, seorang gembala Ethiopia yang disebut-sebut sebagai orang pertama penemu dampak biji kopi.
Menurut legenda tersebut, pada 850 Masehi Kaldi mengamati domba-dombanya menyantap buah mungil seperti beri berwarna merah di beberapa semak-semak tertentu.
Setelah memakannya, hewan-hewan tersebut menjadi semangat dan bertenaga. Saking perkasanya bahkan tidak bisa tidur di malam hari.
Suatu hari, si gembala memutuskan untuk mencoba sendiri buah beri tersebut dan mengalami dampak yang sama.
Ia kemudian membawa beri tersebut ke biara setempat. Di sana, para biarawan meyakinkan Kaldi bahwa ia telah menemukan buah yang tidak biasa.
Tak lama kemudian, berita adanya buah tanaman pemberi tenaga menyebar dan menarik suku Galla di Ethiopia. Mereka kemudian menciptakan makanan batangan terbuat dari campuran mentega dan beri ajaib tersebut.
Makanan itu menjadi santapan para ksatria suku. Hingga sekarang, makanan batangan berbahan butir kopi masih menjadi kudapan lazim di Sidamo dan Kaffa.
Namun demikian, catatan tertulis pertama tentang kopi bertarikh 1000 M dalam penjelasan kegunaan medis butiran tersebut seperti dilaporkan oleh Avicenna (Ibnu Sina) dari Persia.
Baru 100 tahun kemudian para pedagang Arab membawa kopi dari Ethiopia ke kawasan yang sekarang berada di Yaman untuk ditumbuhkan di sana.
Perkebunan kopi pertama diduga berada di Yaman. Warga Arab pun menjadi yang pertama menciptakan minuman panas berwarna hitam yang mereka buat dari beri berwarna merah tersebut. Mereka menyebutnya "qahwa", yang artinya, "pencegah tidur."
1 dari 3 halaman
Kedai Kopi Sebagai Tempat Diskusi
Legenda lain menyebutkan bahwa, pada Abad ke-15, Sheik Gemaleddin Abou Muhammad Bensaid yang menjabat sebagai mufti di Aden pergi berkunjung ke Ethiopia.
Saat itu ia sedang sakit dan secangkir minuman dari biji kopi membuatnya lebih baik. Ia kemudian membawa minuman, beri, dan benih tanaman itu ke Yaman. Minum kopi pun segera menjadi kebiasaan.
Menjelang akhir Abad ke-15, kopi menjadi minuman lazim di Timur Dekat dan Kerajaan Ottoman menjadi mahir dalam seni penyajiannya. Mereka mencampur kopi dengan kayu manis, anis, kardamon, dan cengkeh. Versi berbumbu itu masih ada di beberapa tempat di Turki.
Kedai-kedai kopi bermunculan di sekitar Istanbul dan berfungsi menjadi tempat kumpul-kumpul, debat politik, diskusi dan tukar pikiran. Semua dilakukan sambil menikmati bercangkir-cangkir kopi.
Minuman itu sangat merasuk dalam kebudayaan Turki sehingga muncullah peraturan yang mempersilahkan istri untuk menceraikan suaminya jika si suami tidak menyediakan kopi dalam jumlah yang cukup.
Selama suatu masa yang singkat pada Abad ke-16, kopi sempat dilarang. Gubernur Makkah, Khayr Bey, khawatir sekiranya diskusi-diskusi tiap hari di kedai-kedai kopi menggerogoti wibawa titahnya dan memperkuat pemikiran-pemikiran kritis di antara warga yang minum kopi bersama-sama.
Ia menutup semua kedai kopi. Revolusi mungkin saja pecah seandainya Sultan Kairo tidak campurtangan untuk mempertahankan kopi sebagai bagian dari masyarakat dan budaya.
2 dari 3 halaman
Larangan Demi Larangan
Budaya kopi menyebar ke Eropa bersamaan dengan perluasan Kesultanan Ottoman. Kopi Turki masih ada di negara-negara Balkan, sedangkan kopi di Eropa berkembang menjadi espresso, macchiato, cappuccino, dan lain-lain yang kita kenal sekarang.
Namun demikian, ketika para pedagang Turki memperkenalkan minuman itu di Venesia, para rohaniwan Venesia sempat menjulukinya sebagai "temuan kepahitan oleh Setan."
Dengan alasan itu, kopi pun sempat dilarang lagi, tapi Paus Clement VIII disebut-sebut tidak sanggup menahan godaan minuman tersebut.
Setelah itu, ada tiga kali lagi upaya melarang minum kopi. Semua sia-sia, dan sekarang kopi menjadi minuman ke-4 yang paling dikonsumsi sedunia setelah air, susu, dan teh.
Sumber : Liputan6
Sumber : Liputan6
Post a Comment